Rabu, 17 November 2010

sajak-sajak
saut situmorang

karena laut, sungai lupa jalan pulang
di kota kecil itu
gerimis turun dan kita basah oleh senyum dan tatapan tatapan curian yang tiba tiba mekar jadi ciuman ciuman
panjang...
               karena laut, sungai lupa jalan pulang
               dan batu batu hitam
               daun daun gugur
               danau kecil di lembah jauh
               jadi sunyi
               kehilangan suara jangkrik suara burung
gerimis yang turun
mengikuti terus di jalan jalan gunung pasar hiruk pikuk bis antar kota pertunjukan pertunjukan malam yang
membosankan sampai botol botol bir kosong tempat lampu neon berdustaan dengan bau tembakau
               karena laut, sungai lupa jalan pulang
               dan di meja-warung basah oleh gerimis
               sebuah sajak setengah jadi
               mengabur di kertas tissue yang tipis
 


sadar dari mabuk suatu pagi musim hujan
badai timbul
dari kepak kupu kupu menggetarkan kelopak kembang setaman dan embun runtuh jadi gerimis di kota kecil yang
jauh itu
di jalanan sudah tak ada
bekas bulan cuma koran koran bekas, bau malam yang suram dan air lumpur menyerah  pada deru angin dingin
musim yang membawa basah ke hitam tanah
badai timbul dari
kepak kupu kupu yang sendiri di taman basah embun mencari carimu
gerimis telah menghanyutkan
bau tubuhMU dari kota kecil itu

sentimentalia sebuah nama
selalu aku memberangkatkanMU
dengan puisi dan botol botol bir kosong karena habis sudah airmata terguyur gerimis yang membuat sepi jalan jalan
kota
selalu tak pernah ada janji
untuk bertemu lagi daun daun yang gugur di hutan jauh biarlah tetap terkubur dalam mimpi embun
dan selalu aku terkenang pada derak kerikil-batu
kursi yang digeser dan senyum kecil seindah sayap kupu kupu saat wajahMU melintas hanya sekilas lewat nama
yang seseorang kebetulan ucapkan
 
 


persistence of memory
satu tangan raksasa tiba tiba tumbuh panjang
panjang memanjang dari jam yang tergantung
di dinding
tangan raksasa itu terus memanjang menjulur
membentuk mulut ular bertelinga srigala yang
terbang ke arahku menelan semua kenang kenangan
yang telah begitu lama mempersatukan hidup
kita
jam di dinding yang terus menerus berdetik
perlahan lahan mengeluarkan darah
lalu kedua tangan jam itu saling memuntir
tangan pasangannya terus memuntirnya hingga
darah makin banyak berdarah
lalu kepala ular bertelinga srigala tadi
meledak
lalu suara detik detik jam tadi sirna
lalu kedua tangan jam yang saling memuntir
tadi putus putus dan lenyap
lalu darah yang terus berdarah tadi
menguap
lalu jam dinding itu sendiri berkerut jadi ulat
memakani dinding jadi kepompong jatuh ke tanah
jadi mesin tik yang terbang ke bintang bintang
jadi mata yang menangisi kepergianMU...
 
saut situmorang

amsal merah jingga
 
         "berikanlah kepada kaisar
         apa yang wajib kamu berikan kepada kaisar
         dan kepada Allah
         apa yang wajib kamu berikan kepada Allah"
tapi bagaimana
kalau kaisar itu bukan kaisar
dan menganggap dirinya sama dengan Allah?
orang orang kurus
yang bayangannya juga kurus
menengadahkan tangan mereka
ke langit
dengan desah napas yang tertahan
doa doa melambung ke udara
bagai ribuan balon kosong menghambur ke cakrawala
mengetuk ngetuk pintu langit
menggetarkan awan awan yang kering hujan
"sampai kapankah kami
mesti terus memberi
kering tulang kami
susut perut kami
sementara bumi sudah lama tak akrab lagi?"
di laut
sebuah pedal sepeda
tersangkut di celah karang
bau keringat mengerubunginya
bagai lalat lalat di tumpukan sampah di kota
orang orang kurus
dengan bayangan kurus
masih mengangkat tangan mereka
wajah wajah suram tergores kering airmata
         "berikanlah kepada kaisar…"
ya, burung tak bernama
yang mengerti bahasa cakrawala
terdengarkah detak jantung kami yang lemah
dari atas sana? adakah…?
padi tumbuh tapi layu jadi debu
keringat mengalir kering jadi debu
angin musim cuma membawa hujan debu
dalam tidur pun mimpi kami
tak bisa lari dari debu, debu, debu…
tapi di kota kota
yang cuma penuh  serdadu serdadu tak berwajah
suara asing itu tak henti henti menyiksa
         "berikanlah kepada kaisar…"
orang orang kurus
bernasib kurus, sekarang tak sabar lagi
dengan langit
bagai kerbau luka napas mereka mendengus ---
kota kota membara
terbakar hangus
di mata mereka yang merah marah


seandainya kita di Dili
"jangan tembak, pak!
jangan tembak!
saya ini orang Indonesia!
lihat! KTP saya KTP Jakarta!!!"
"wah, tenan, lho. sialan.
ya, sudah. hayo sembunyi
sana di Koramil. kok wong Indonesia ada di jalanan.
pengen mati, ya! diancuk!"
15 september 1999


requiem
langit hitam
bumi hitam
tanah hitam
asap hitam
puing puing membara
puing puing membara
mobil membara
asap hitam
jalanan kosong
asap hitam
potongan kaki
potongan kaki
potongan tangan
sepatu
sandal
potongan kepala
asap hitam
asap hitam
puing puing membara
langit sunyi
bumi sunyi
asap hitam
jalanan kosong
sunyi
langit
bumi
diam
sunyi
timor timur
mati
15 september 1999

kita sudah terlalu lama menderita
(get up stand up, stand up for your right
get up stand up, life is your right
Bob Marley)
baru tadi aku lihat lagi kekejaman mereka. kota hangus tinggal arang arang
hitam raksasa tercekik
asap beracun berbau mayat berbau mesiu.
orang orang yang ketakutan
bergerombol
bagai hewan hewan korban yang akan dipotong
dan mata mereka memelas minta tolong.
siapa yang akan menolong?
tentara tentara itu ketawa waktu tahu
kamera akan mengabadikan wajah mereka. dan
wajah mereka begitu akrab begitu biasa
karena sudah terlalu lama kita mengenalnya.
hei, saudara! begitulah kalian orang Indonesia
rupanya, ya! membunuh sambil ketawa,
malah sengaja untuk kamera!!!
kota hangus dalam kabut asap memberangus
dan suara ribuan kaki telanjang
terhapus oleh senyum seorang jendral besar.
"Timor Timur aman." "Timor Timur baik-baik saja."
"Kan ada jam malam!"
kita sudah terlalu lama menderita
oleh senyum dan bau mesiu senjata.
kota arang arang hitam raksasa
asap beracun berbau mayat mesiu
orang orang yang ketakutan itu
adalah kita yang sedang digiring ke pisau penjagal gila.
bangunlah, wahai orang orang celaka!
bangunlah Indonesia celaka!
anjing anjing setan mengepung di mana mana
darah dagingmu yang mereka minta!
bau mayat bau mesiu
merusak wajah wajah kita begitu lama
bagai orang sakit tak tersentuh matahari
Indonesia perlahan mulai jadi zombie
dan anjing anjing setan melolong panjang
mengejek langit yang kelam tak berbulan bintang.
kita sudah terlalu lama menderita
terbius candu mesiu pembuat takut
tak ada yang bisa menolong
kecuali kita sendiri bangun
dan mengusir anjing anjing setan
keluar dari Indonesia selamanya.
anjing anjing setan takut pada panas matahari
yang terpancar dari mata mata berhati nurani.
15 September 1999

andung andung petualang
 
kalau kau pergi, anakku
siapa lagi kan menghibur hati ibu?
matahari panas
angin berhembus panas
bus tua meninggalkan kota
aspal jalanan melarikannya selamanya
kalau kau pergi, anakku
siapa lagi kan menghibur hati ibu?
kota berganti kampung
sawah berganti gunung
anak lelaki dekat jendela
lagu petualang jadi hidup di darahnya
kalau kau pergi, anakku
siapa lagi kan menghibur hati ibu?
kampung menjelma kota
gunung gunung kembali rumah rumah
begitulah berhari bermalam
makin jauh anak dalam perjalanan tenggelam
kalau kau pergi, anakku
siapa lagi kan menghibur hati ibu?
menyebrang laut menyebrang pulau
beribu gunung kota terlampau
di negeri sebrang di negeri baru
anak melangkah masuk hidup perantau
o jakarta metropolis pertama
dongeng yang jadi silau mata
makin sayup kini suara ibu
dalam hiruk pikuk karnaval aspal hitammu
jakarta membuatnya gelisah
jakarta bukan tujuan hidupnya
jogjakarta yang jauh
tak sabar mimpinya menunggu
tak ada yang lebih romantis
dari sosok stasiun kereta tua yang manis
lengking kereta dan derit roda besinya
membuat sang anak tak ngantuk matanya
cirebon, semarang, kroya...
lalu jogja bersama pagi tiba
dingin semen lantai dan sapa tukang becak
tak mungkin terhapus dari kepala sang anak
di atas becak antara koper dan bapak
malioboro menyambutnya ramah dan kompak
jogja tua yang manis
cinta pertama memabukkan liris
medan yang jauh
terkubur bersama suara ibu
gamelan dari radio pinggir jalan
musik upacara ritual perantauan
o tembok benteng kraton yang kokoh
lindungi tidur sang anak perantau
alun alun tamansari
mercusuar di labyrinth gang gang malam hari
o turis turis manis berdada manis
keluar masuk lukisan batik dan parangtritis
sang anak mabuk sempoyongan tercengang
jiwanya bergetar sekalut goro goro wayang
o hidup bebas seorang petualang
siang sekolah malam di pasar kembang
suara ibu cuma wesel surat surat bulanan
sampai kartu natal bawa berita kematian
sang anak terpukul matanya kabur
lonceng gereja jadi koor tanah kubur
cerita kristus pembawa keselamatan
jadi cerita ibu andung andung petualangan
jogja kota manis romantis
di jantungmu seorang lelaki menangis
kematian pertama yang menggores wajah
suara ibu dicarinya kini dalam kelana tak sudah
                              1999
 

bocah pemancing ikan
                                  untuk Vasko Popa
seorang bocah kecil memancing di danau dan mendapat bulan
bulan itu lalu dipecahkannya dan keluarlah matahari
karena terlalu panas matahari itu meleleh di dalam solunya
si bocah kecewa dan menangis
menangisi matahari yang meleleh hingga tak ada hasil untuk
                                                dibawa pulang
menangisi bulan yang sudah pecah berkeping keping hingga tak lagi
                  menyinari jalan yang membawanya pulang
menangisi danau yang hanya punya satu bulan saja dalam perutnya
menangisi dirinya yang bocah yang kecil yang hanya bisa menangis
               di dalam solunya di tengah tengah pekatnya lapar malam


aku ingin
aku ingin mencintaimu dengan membabi buta -
dengan sebotol racun yang diteguk romeo
tanpa sangsi yang membuat kematiannya jadi puisi
aku ingin kau mencintaiku dengan membabi buta -
dengan sebilah belati yang ditikamkan juliet
ke dada sendiri yang membuatnya jadi abadi
                                                   1999

     solilokui
makna macam apa yang
bisa didapat dari hitam aspal jalan jam 12 siang?
bungkus rokok dan taik anjing
di trotoar bicara soal duit dan nasi
yang mesti dimiliki setiap hari.
di negeri kaya tapi miskin begini
jutaan bungkus rokok dan taik anjing
tercecer di trotoar jalan kota kota
cuma jadi jutaan bungkus rokok dan taik anjing.
sinis, katamu menanggapiku.
tak ada yang mengejek siapapun di sini.
soalnya cuma ---
mungkinkah menulis puisi
dari hitam aspal jalan jam 12 siang?
asap kotor sehitam pantat kuali
tergantung antara langit dan bumi
kentut busuk knalpot knalpot keparat
yang hiruk pikuk di sekitarmu.
siapa yang minta anugrah mewah ini!
debu beracun mengejarmu sepanjang hari
dan malam datang
membawa nyamuk nyamuk bangsat
yang sanggup mengantarmu ke liang lahat!
puisi? Bagaimana kau bisa
menulis puisi tanpa bicara tentang semua ini!
bulan hanya indah
kalau lagi purnama
dan dilihat dari belakang kaca jendela rumah!
di luar mungkin ada maling
yang sembunyi di balik tanaman mawar binimu
menunggu dengan belati setajam lapar seminggu.
atau seekor ular berbisa
melata di rumput dekat jendela
tergoda burung hias mahal dalam sangkar
yang kau gantung di ruang tamu.
maling dan ular lapar pun
pantas kau masukkan dalam puisimu.
pengemis itu jelek
jorok dan bau. teteknya berkurap
berpanu
tapi putingnya memancarkan
air susu
sehat bagi puisimu.
tak perlu kau malu
jadi anak ibu itu.
dan anak anak bawah umur
yang berkeliaran kayak setan
di antara sedan sedan di persimpangan jalan
berteriak teriak menjual majalah dan koran
atau berkerumun di depan restauran
berlomba siapa lebih dulu menyemir sepatumu
demi satu dua lembar rupiah lusuh
menyikut sekeping nurani
yang tercecer antara nasi goreng dan
kentucky fried chicken
di meja di depan mata
di ujung air ludah
30 centimeter dari baju pacarmu
yang terbuka dadanya
anak anak setan itu
adalah dupa dupa wangi
yang kau perlu untuk membuat suci
altar keramat zikir baris baris puisimu.
bangsat, kau menguap sekarang!
aku tidak terlalu akademis bagimu!
aku tidak terlalu stylist
atau postmodernist
buat kantong seleramu yang borjuis!
the fetishism of taste!
di negeri ini aku lahir
karena cinta
tambah birahi menyala nyala.
waktu kecil aku mandi hujan
main becek main layangan nyemplung di paret depan rumah
cari ikan sebesar jari tangan
dan waktu mandi di sungai berair kuning
gatal dan bersampah
kawanku menangkap seonggok taik yang mengapung
dan melemparkannya ke arahku!
aku merunduk
menyelam ke dasar sungai, hehehe…
aku anak negeri ini
aku makan duduk di tikar di lantai
pakai tangan tak kenal sendok garpu
sampai sekarang tak malu aku makan begitu
walau sudah bertahun di negeri steak dan sandwich merantau.
menguaplah kau terus.
kalau perlu improvisasi dengan kentutmu
biar lebih seru.
pernah kau berpikir
kenapa tentara dan alim ulama
begitu berkuasa di negerimu?
Indonesia adalah republik pistol dan kitab suci!
kenapa kau tidak jadi jendral atau kiai saja
ketimbang memilih cuma jadi penyair
yang cari sesen duitpun tak sanggup mikir!
pernah kau bayangkan
jangan jangan binimu pun sudah mulai yakin
jendral dan kiai jauh lebih meyakinkan
nulis puisi daripada kau sendiri!
sialan!
rembulan dan anggur merah
tak mampu lagi memperkuat cinta
apalagi memperindah rumah tangga.
aku penyair negeri ini
menulis pakai bahasa negeri ini
sudah waktunya bicara soal negeri ini.
haiyaaa…
           1999
saut situmorang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar